JAKARTA, Kabarakatinews.com – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengungkapkan ada sekitar 10 juta hektar tanah adat. Namun yang sudah terdaftar sebagai areal penggunaan lain (APL) hanya sekitar tiga juta hektar. Sisa 70 persen kemungkinan merupakan hutan.
Dikutip dari laman sosial media (instagram) Kantor Pertanahan Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra). Hal tersebut menandakan pendaftaran tanah adat masih sedikit. Oleh karena itu pihaknya akan menuntaskan pendataan dan pemetaan tanah-tanah adat agar memudahkan program pemerintah maupun administrasi pertanahan.
“Ini harus kita tuntaskan supaya makin jelas mana batas-batas hak adat, mana batas-batas APL murni dan mana batas-batas hutan supaya masing-masing didaftarkan,” ujar Nusron di Gedung Kementerian ATR/BPN, Jakarta Selatan.
Menurut Menteri ATR/Kepala BPN, persoalan tersebut dapat menghambat berbagai program pemerintah, termasuk program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Nusron Wahid, menjelaskan ketika ada pendaftaran tanah selalu terhambat lantaran ada pengakuan dan pernyataan soal hak adat.
Kementerian ATR/BPN akan mendata hak adat atau hak ulayat agar terpetakan dan tersertifikasi. Dengan begitu, status tanah akan jelas soal saat investor ingin mengajukan hak guna usaha (HGU) ataupun hak guna bangunan (HGB).
“Kalau tanah adat kita belum bisa kasih sertifikat sebelum mendapatkan surat-surat dan keterangan dari wali adat,” ujarnya.
Nusron Wahid, berharap pendaftaran tanah adat dapat rampung dalam kurun waktu lima tahun.
Sementara itu Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, menyebut sertifikasi komunal atau hak adat sulit dijalankan. Menurutnya, tingkat partisipasi masyarakat untuk secara sukarela mendaftarkan tanah ke Kementerian ATR/BPN masih susah.
“Justru di kawasan masyarakat adat, masyarakat komunal, setiap orang mengklaim punya dia. Padahal sesungguhnya itu punya kawasan adat. Nah supaya apa? Dia memiliki sertifikat dan dia simpan dan dia bisa jual,” terang Menteri HAM.
Menteri HAM menjelaskan jika saja masyarakat bersatu dan mendaftarkan tanah adat, maka konflik di wilayah tersebut bisa diselesaikan. Natalius Pigai, mengapresiasi Kementerian ATR/BPN yang sudah menyediakan sertifikat komunal.
“Tidak semua negara di dunia ini yang menyediakan sertifikat komunal. Indonesia sudah lebih maju dimana kita menyediakan sertifikat komunal dengan adanya peraturan Menteri ATR/BPN. Saya kira ini beberapa hal yang tujuannya adalah kebaikan bersama, kebaikan bangsa dan negara,” tuturnya.
Sebelumnya, Pigai mengunjungi Nusron Wahid di Gedung Kementerian ATR/BPN untuk membahas pengaturan penataan tanah berbasis HAM. Pertemuan itu membicarakan penataan administrasi pertanahan dan penyelesaian konflik tanah agar lebih mengedepankan dimensi HAM. (adm)